Beijing, 26 november 2019. 12:30 CST. Ibukota Negara Republik Rakyat Tiongkok. Aku menyebutnya Tiongkok karena KEPPRES RI no.12 tahun 2014, telah mengganti istilah tjina/cina menjadi tiongkok untuk mencegah psikososial-diskriminatif terhadap relasi sosial.

Halo, perkenalkan aku Iqbal Awaludin dari Beijing Sport University. Sebuah kampus didataran utara Distrik Haidian bertetangga dengan Tsinghua University. Kira-kira satu jam setengah dari hingar-bingar Kota Beijing. Ini adalah tahun ketiga studi masterku di Beijing, waktu tempuh studi disini memang berbeda dibandingkan Indonesia. Segala jenis problema, pasang-surut, asam-garam, pahit-manis mahasiswa rantau telah kualami. Dari mulai dilema asmara hingga problema finansial telah kulahap.

Menempuh studi lanjut di Negeri ini memberikan gambaran baru akan prinsip hidup juga banyak pengetahuan yang belum pernah kujamah dari mulai ilmu bertahan hidup, ilmu sosial sampai dengan ilmu beragama di negeri agnostik ini, penulis menyebutnya poly-science. Beragam aktifitas telah penulis lakukan di negeri ini dari mulai berdagang, menjadi tour-guide, sampai menjadi ajudan cabutan Wakil Presiden pernah ku jalani. Ya, ajudan dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat itu diriku diminta oleh Atase Pertahanan KBRI Beijing untuk membantu mempersiapkan segala kebutuhan shalat jumat Bapak Jusuf Kalla dari mulai pemilihan masjid yang strategis sampai profil imam masjid. Bisa dibilang itu menjadi pengalaman intelejen pertamaku seumur hidup dan kesempatan yang langka bagi seorang praktisi olahraga sepertiku. Ya, aku merupakan praktisi olahraga, guru, personal-trainer dan Zumba® Instructor yang sedang mendalami keilmuan mengenai pendidikan jasmani dan kepelatihan olahraga.

Disisi lain sebagai mahasiswa yang mendapatkan beasiswa, ada kalanya keadaan saldo ATM kita memaksa untuk kita mencari pendapatan lebih untuk memenuhi kebutuhan harian dan sebagai praktisi olahraga kami memiliki kebutuhan yang diistilahkan menjadi kebutuhan hobi tapi wajib. Seperti keharusan memiliki spare sepatu lebih banyak dari orang biasa, belum lagi pengeluaran biaya makan yang lebih besar dari mahasiswa lain pada umumnya. Hal ini biasa penulis siasati dengan menjadi Tour-guide. Ya, pemandu wisata adalah satu-satunya side job yang dilegalkan di Beijing tanpa harus ada ijin tertulis dari internal kampus maupun pihak keimigrasian setempat. Menjadi pemandu wisata bukanlah hal sulit, namun memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi para tamu tidak selalu berjalan dengan baik, usaha pemandu wisata merupakan sebuah servis jasa yang apabila pelanggan senang dan puas maka akan ada obrolan baik bagi kolega dan memungkinkan akan kembali menggunakan jasa kita, dan sebaliknya apabila servis kita dinilai buruk maka akan membuat nama kita tidak dianjurkan untuk kegiatan selanjutnya. Berbagai kalangan telah kupandu, dari mulai tamu politik, rektor, pebisnis, pegiat lari dan lainnya. Bermacam titik Greatwall telah kutaklukkan tanpa harus mengeluarkan isi dompet. Ya, itu baru prinsip mahasiswa, kalau bisa gratis kenapa harus bayar?

Tahun ini penulis diberikan amanah untuk memimpin Departemen Olahraga PPI Tiongkok Pusat periode 2019-2020, yang tahun sebelumnya hanya seorang anggota Departemen Olahraga. Dari kegiatan organisasi ini lah diriku sering diundang dan diminta untuk menghadiri pertemuan bilateral Indonesia-Tiongkok oleh KBRI Beijing dan mengantarkanku ke dunia baru, dunia yang  berbanding terbalik 180° dengan studi keilmuanku. Mengapa bisa kusebut berlawanan, karena diriku beberapa kali diminta untuk menghadiri pertemuan politik Indonesia-Tiongkok di KBRI Beijing dan beberapa kali diminta untuk menjadi narasumber. Puncaknya pada pertemuan antar ormas keagamaan Indonesia dengan KBRI Beijing dan diminta untuk mewakili suara dari tiga organisasi kemahasiswaan di Beijing karena substansi yang dikemukakan sangat sensitif dan riskan. Sempat diremehkan karena fokus keilmuanku bukan di ranah politik dan keagamaan, namun setelah pemaparan jawaban atas pertanyaan yang diajukan, para tamu undangan cenderung berubah menjadi antusias karena ada beberapa fakta baru yang belum pernah mereka dapatkan. Sampai pada saat diskusi berakhir, beberapa tamu mendatangi meja dan mengajukan beberapa pertanyaan baru mengenai substansi diskusi yang dibahas tadi.

Banyak cerita lainnya yang ingin penulis ceritakan, namun masih ada banyak pekerjaan lainnya, salah satunya menyusun tesis yang setiap hari ditanyakan perkembangannya sejauh mana oleh dosen pembimbing.  Mungkin apabila penulis diijinkan untuk menulis sekuel selanjutnya, akan dijabarkan lebih lanjut mengenai suka-duka menuntut ilmu di Beijing. Atau semoga diberikan kesempatan untuk menulis buku setelah menyelesaikan studi ini. Pengalaman merupakan guru terbaik, terimakasih Beijing atas pengalaman yang tidak pernah terekspektasi sebelumnya. SELAMAT HARI GURU!

Iqbal I. Awaludin, S.Pd

Beijing Sport University

Physical Education and Sport Coaching (Gymnastics)

iqbalawaludin69@gmail.com

Hi, I’m PERMIT Beijing

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *